Heng

Heng

Kamis, 27 November 2014

kenangan dan hayalan

Terdiam merenung senduku
Bersenandung rindu
Terbayang perjalanan waktu
Sebuah kisah masa lalu

Tiada lagi nyanyian shurga
Tiada lagi pelipur lara
Tiada lagi damai dalam jiwa
Hanya ada bintang penuh derita
Hanya ada langit yang kian terluka

Seakan ingin berkata
Hanya inilah yang ada

Senyuman pun kian membeku
Dalam dinginya gelap hitam pekat
Seakan hendak bercerita
Inilah jejak yang harus kutempuh

Sanggupkah kulalui badai angin rindu
Sanggupkah kulupakan indahnya sejuta pesona mimpi itu
Sanggupkah kulangkahkan kaki melewati panasnya inti bumi
Sanggupkah kubenamkan diriku dalam lautan kelam
Sanggupkah kubertahan dalam dinginya hembusan angin malam

Hanya ada satu jawaban dari hati
Kan kulalui dan ku jalani dengan tekat yang abadi


Perbaruan postingan dari blog lama 29,okt,2011

Kamis, 20 November 2014

PENGEMBARA


Tersisih
Tersisih dari rerimbun jagat kampus
Melayang hampa sepanjang cuaca
Pengembara sengsara macam hantu celaka
Kadang hinggap tak sengaja di ujung kalimat buntu

Ia tak ingin kelihatan hebat sebetulnya
Ia hanya kepingin sekadar hadir belaka
Kadang ia lelah dan jemu juga
Tapi telah ia niatkan bulat terus ngembara

Kamis, 13 November 2014

sampah laknat

Aku hanya sampah. biadab yang laknat. hina tak berharga. hujam saja liur busukmu. biar sepatumu kubasuh riakku..
Injak saja kepala kurcaci. jika kau bernyali. dan di tiap langkahnya, semua tentang nyawamu ada dipanggul bahunya..
Jika saja mungkin, sekali ingin kurobek leher mulusmu dengan keris sang empu. biar kau lihat bagaimana darahmu ditelan bumi..
Darahmu tak lebih merah dari darahku. masih kau berkilah membeda..? mungkin hanya aku tak lebih hebat bersahabat dengan setan jalang..
Kulumat semua laknat ucapku. kubakar gelisah yang mencakar. enyah saja setan-setan kesombongan. mampus kalian..
Sempurnalah kalian. bak dewa penguasa kahyangan. jangan pernah terima simpuh sembahku. kalian terlalu dewa bagi bangsat sepertiku..

Senin, 10 November 2014

PAGI DI SECANGKIR KOPI


- PAGI DI SECANGKIR KOPI


                                                  – Peggy Melati Sukma

Aku akan menjadi kopimu,

yang rela mengendap sebagai kepedihanmu

yang sabar menghangatkan kesedihanmu.

Biarkan harum tubuhku, menenangkan jiwamu.




Aku kopi pahit, yang kau seduh dengan cinta.



Segala yang pahit, bukanlah untuk menunda sakit.

Sebab kita hidup untuk berbagi kebahagiaan.

Lalu kau pandangi aku, yang pulas dalam cemas.



Aku kopi pahit, yang belajar menatap dunia

dengan senyumanmu.



Aku akan selalu mengingat pagi bening

suara cangkir berdenting dalam hening

gemericik air dituang, juga ciuman lembut

yang membangunkanku dari perasaan sia-sia.



Kita pernah berteka-teki:

dari apakah terbuat sebiji kopi ini?

“Dari airmata,” katamu, “yang ketika jatuh,

tak pernah merasa kehilangan apa-apa.”



Ia yang rela tak terikat pada yang fana.



Maka, ketika airmatamu jatuh, pagi itu

yang tak tertampung oleh hatimu

biarlah tertampung dalam secangkir kopi.



Kau tahu, cintaku, dalam secangkir kopi

kesedihan tak membutuhkan pelukan.

Biarkan jeritmu yang tertahan

mengendap dalam gelas kehidupan.



Tidurlah kau setenang pagi. Tidurlah, lagi.



Aku kopi pahit

Biarlah seluruh kesedihanmu yang hitam

Menjadi jubahku.